Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KAN Tambang Bersengketa, Bolehkah LKAAM Ikut Campur?

Surat LKAAM Pessel Perihal Penyelesaian KAN Tambang



SIZAL.MY.ID - Beberapa waktu lalu, saya mendapatkan kiriman foto surat dari seseorang perihal penyelesaian Kerapatan Adat Nagari (KAN) Tambang, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan yang dikeluarkan oleh LKAAM setempat.

Surat itu ditujukan kepada Ketua Presidium Pemilihan Pengurus KAN Tambang. Intinya, dalam surat itu Pengurus LKAAM Kabupaten Pesisir Selatan menyampaikan kepada Panitia Prasedium Pemilihan KAN Tambang untuk melakukan musyawarah kembali.

Alasan dilakukan musyawarah kembali itu karena penempatan kedudukan pengurus KAN Tambang bertentangan dengan AD/ART LKAAM Propinsi Sumatera Barat. Meskipun, LKAAM Pessel mengakui proses pemilihan KAN Tambang sudah sesuai aturan demokrasi.

Surat itu bernada sedikit mengancam. Pasalnya, bila dipaksakan juga oleh anggota untuk mengeluarkan SK nya oleh Panitia Prasedium maka Pengurus LKAAM Kabupaten Pesisir Selatan tetap menolak/belum menerima KAN Tambang ikut dalam organisasi LKAAM Kabupaten Pesisir Selatan karena telah melanggar AD/ART LKAAM Sumatera Barat. 

Menurut LKAAM Pessel, AD/ART LKAAM Sumbar merupakan acuan yang harus di taati dan di pedomani, karena segala sesuatu yang akan di lakukan di KAN yang ada di Sumatera Barat ini, terutama dalam pembentukan dan pemilihan Pengurus KAN di Nagari maupun Pengurus LKAAM di Tingkat Kecamatan.

Dalam kasus yang terjadi di KAN Kenagarian Tambang setelah LKAAM Pessel membaca surat dari Ketua Prasedium Pemilihan Pengurus KAN Tambang sudah menyalahi aturan yang telah dituangkan dalam AD/ART LKAM Provinsi Sumatera Barat dan telah bertentangan dengan Adat nan Sabatang Panjang.

Solusi dari LKAAM Pessel, untuk pelaksanaan tugas yang menyangkut dengan kepentingan Masyarakat masalah Adat, sako dan pusako, kepengurusan KAN Tambang dijabat oleh Ketua Presidium terpilih yaitu Vivri Andri Datuak Putiah menjelang ada ketua defenitif.

Menurut saya, surat yang tertanggal 9 Mei itu bertentangan dengan Surat Edaran LKAAM Sumbar 001/LKAAM-SB/2022.

LKAAM Sumbar sudah menegaskan bahwa AD/ART LKAAM Sumbar lagi dalam tahap penyempurnaan oleh tim perumus, maka dengan ini diminta kepada LKAAM Kabupaten Kota dan Kecamatan agar tidak mencampuri masalah internal KAN di wilayahnya masing-masing.

Artinya, dalam hal ini kita bisa berpendapat bahwa LKAAM Pessel seolah ingin mencampuri masalah internal KAN Tambang. Yaitu dengan langkah LKAAM Pessel membentuk tim penyelesaian KAN Tambang dan menunjuk ketua sementara di daerah tersebut.

Padahal, hubungan LKAAM dengan KAN lebih bersifat koordinatif dan fungsional. KAN bukanlah bahagian secara struktural dari LKAAM, karena sejarah berdirinya, tugas pokoknya, kewenangannya sangat tegas berbeda.

Sederhananya, KAN itu bukanlah urek tunggang dan LKAAM bukanlah pucuak bulek.

LKAAM dan KAN adalah dua organisasi yang berbeda namun secara fungsional saling menopang untuk kemajuan dan kesejahteraan anak nagari di Sumatera Barat.

Sikap Pengurus LKAAM Kabupaten Pesisir Selatan yang tetap menolak/belum menerima KAN Tambang ikut dalam organisasi LKAAM Kabupaten Pesisir Selatan bila dipaksakan juga oleh anggota untuk mengeluarkan SK nya oleh Panitia Prasedium seolah menampilkan cara pikir sedikit "nyeleneh" LKAAM Pessel.

Lebih tepatnya, LKAAM Pessel seolah ingin menarik-narik KAN Tambang masuk ke dalam LKAAM. Padahal, KAN bukanlah "anak buah" LKAAM. Lagi pula, sependek pengetahuan saya, legalitas KAN itu tidak didasari oleh SK LKAAM.

Selanjutnya, perihal penempatan kedudukan pengurus KAN Tambang yang bertentangan dengan AD/ART LKAAM Propinsi Sumatera Barat tidak sebegitu bisa diterima.

Sebab, seperti surat edaran LKAAM Sumbar bahwa AD/ART LKAAM Sumbar tengah dalam tahap penyempurnaan. Tidak logis rasanya, berpedoman kepada aturan yang telah ditetapkan sedang dalam tahap penyempurnaan.

Tetapi, saya sependapat dengan LKAAM Pessel yang menyarankan KAN Tambang untuk bermusyawarah kembali . Sebab, memang sengketa seperti ini harus diselesaikan di KAN itu sendiri.

Memang permasalahan seperti itu harus diselesaikan melalui perdamaian adat.

Kalaupun ada yang salah maka hukumnya adalah sanksi sosial. Tidak ada hukumannya berupa penjara.

Penyelesaiannya adalah mediasi, hakimnya hakim mediator. Kalau ada yang salah hukumnya adalah dibuat malu. Setelah itu, ia akan minta maaf. Itulah adalah penyelesaian adatnya.